Sunday, January 10, 2010

Rujuk Kepada Ulama Jalan Keluar dari Fitnah



penulis Ustadz Qomar Suaidi
Syariah Kajian Utama 27 - April - 2003 19:40:35
Fitnah adl sebuah ungkapan yg sangat ditakuti oleh segenap manusia. Hampir-hampir tdk seorang pun kecuali akan berusaha menghindarinya.

Begitulah Allah menjadikan tabiat manusia ingin selalu terhindar dari hal-hal yg menakutkan atau membahayakan. Lebih dari itu secara umum dlm pandangan syariat Islam fitnah adl sesuatu yg harus dihindari. Oleh karena ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam begitu banyak mewanti-wanti kita dari fitnah sehingga tdk sedikit dari para ulama’ menulis buku khusus atau meletakkan bab khusus dlm buku-buku mereka yg menjelaskan perkara fitnah baik dari sisi makna atau bentuk dan gambaran atau sikap-sikap yg mesti diambil saat menghadapi fitnah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Dan peliharalah dirimu dari fitnah yg tdk khusus menimpa orang2 yg dzalim saja diantara kamu.
Juga Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Maka hendak orang2 yg menyalahi perintah Allah takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yg pedih.
Nabi bersabda dlm hadits yg diriwayatkan oleh Bukhari dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
Zaman-zaman akan saling berdekatan amalan akan berkurang sifat pelit akan diberikan fitnah dan haraj akan banyak. Para shahabat berkata “Apakah itu?” Beliau menjawab “Pembunuhan“
Demikian pula Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu menceritakan apa yg beliau alami dari peringatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam terhadap fitnah
Kami dahulu duduk-duduk bersama Nabi mk beliau menyebut fitnah dan berulang kali menyebutnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam juga menyatakan:
Segeralah beramal fitnah-fitnah seakan potongan-potongan malam yg gelap seorang di waktu pagi sebagai mukmin dan masuk sore menjadi kafir atau di waktu sore sebagai mukmin di waktu pagi menjadi kafir ia menukar agama dgn harta benda dunia”.
Demikian mengerikan fitnah-fitnah itu. Karena beliau bersabda:
Sesungguh orang yg berbahagia adl yg benar-benar dijauhkan dari fitnah-fitnah dan yg diberi cobaan lalu bersabar.
Bahkan dlm lafadz yg lain beliau mengulang-ulang kalimat pertama sampai 3 kali
Makna Fitnah
Apa yg dimaksud dgn fitnah? Apakah berarti tuduhan tanpa bukti sebagaimana makna yg dipahami masyarakat? Untuk mengetahui maksud kami akan menukilkan penjelasan salah seorang ulama ahli tafsir Al Qur’an yaitu syaikh Muhammad As-Syinqity. Beliau berkata: “Penelitian Al Qur’an menunjukkan bahwa kata fitnah dlm Al Qur’an jika disebut secara mutlak memiliki 4 makna yaitu membakar dgn api cobaan dan ujian hasil yg jelek dari cobaan dan hujjah.
Disebut pula dlm kamus-kamus bahasa Arab yg arti perbedaan-perbedaan pendapat manusia dan kegoncangan pemikiran mereka .
Dari uraian makna fitnah di atas mk menjadi jelas gambaran-gambaran fitnah didunia ini diantaranya:
Pertama banyak kelompok-kelompok dan aliran-aliran yg menisbatkan diri mereka kepada Islam
Kedua pembantaian yg menimpa kaum muslimin di berbagai daerah di belahan dunia
Ketiga kedzaliman yg dilakukan oleh para umara
Keempat simpang siur pendapat dlm perkara-perkara baru yg membutuhkan pembahasan para ulama’ dan lain-lain
Dalam menghadapi fitnah-fitnah yg ada Ahlu Sunnah wal Jamaah telah memberikan tuntunan-tuntunan berupa sikap yg bijaksana sehingga dapat menghalau fitnah-fitnah itu atau meminimalkannya. Diantara sikap yg sangat penting dlm hal ini adl merujuk kepada para ulama meminta bimbingan dan pengarahan mereka dlm menghadapinya
Mengapa demikian? Kenapa perkara ini tdk diserahkan kepada masing-masing individu biar mereka menentukan sikap sendiri-sendiri? Menjawab pertanyaan yg terkadang muncul itu kita katakan bahwa perkara fitnah bukan perkara biasa bahkan perkara yg amat berbahaya sebagaimana telah disinggung. Dan tdk tiap orang bisa menyikapi dgn tepat dan bijak sehingga kita kembalikan kepada para ulama krn beberapa hal
Pertama krn fitnah pada awal muncul tdk ada yg mengetahui kecuali para ulama. Kalau sudah pergi baru orang2 jahil ikut mengetahui sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Mas’ud
Kedua menyikapi fitnah sangat diperlukan pertimbangan maslahat dan mafsadah yg akan diakibatkan terutama yg berkaitan erat dgn syariat. Dan yg sangat mengerti dlm masalah ini adl para ulama. Juga peninjauan perkara itu dilihat dari sekian banyak sisi syariat.yang tdk mungkin bagi orang awam bahkan pemula thalibul ilmi utk memahami perkara yg sifat umum dan menyeluruh
Sehubungan dgn ini Imam Nawawi menjelaskan jika sebuah kemungkaran ada pada masalah-masalah yg pelik baik dari perbuatan atau perkataan dan membutuhkan ijtihad mk tiada jalan bagi orang awam utk masuk padanya. Itu hanya hak para ulama
Ketiga bahwa Islam telah memberikan tuntunan-tuntunan yg berkaitan
dengan fitnah dan yg mengetahui adl para ulama
Keempat Islam memerintahkan dan menganjurkan utk berta kepada ahlu dzikir pada permasalahan yg tdk diketahuinya. Allah berfirman
Bertanyalah kepada ahlu dzikr jika kalian tdk mengetahui.
Kelima mengembalikan perkara ini kepada orang2 awam akan mengakibatkan terpecah persatuan kaum musliman. Syaikh Shaleh Al-Fauzan menyatakan “Allah menjadikan perkara-perkara perdamaian dan peperangan serta urusan-urusan yg sifat umum dan menyeluruh kembali kepada para umara dan ulama secara khusus dan tdk boleh utk masing-masing individu masuk dlm perkara ini krn yg demikian akan mengacaukan urusan dan memecah persatuan serta memberikan peluang kepada orang2 yg memiliki tujuan-tujuan jahat yg selalu menunggu-nunggu bencana utk kaum muslimin.
Keenam yg mampu menganalisa hakekat akibat dari fitnah adl para ulama yg benar-benar kokoh dlm berilmu. Ibnu Qoyyim menjelaskan “Tidak tiap orang yg mengerti fiqh dlm bidang agama mengerti takwil hakekat yg berakhir pada sebuah makna. Yang mengetahui perkara ini khusus orang2 yg kokoh dlm berilmu”.
Beberapa alasan tersebut sangat cukup utk menjadi landasan dlm berpijak di atas prinsip ini yaitu merujuk para ulama dlm perkara fitnah. Dan alangkah baik kalau kita merenungi beberapa ayat atau hadits yg memerintahkan atau mengandung anjuran utk melakukan hal ini sebagaimana telah diisyaratkan di atas
Firman Allah:
“Bertanyalah kepada ahlu dzikr jika kalian tdk mengetahui”
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan dlm tafsirnya: Bertanyalah kepada ahli ilmu sesungguh Allah memerintahkan siapa saja yg tdk mengetahui utk rujuk kepada mereka dlm seluruh kejadian
Dan apabila datang kepada mereka suatu cerita tentang keamanan atau ketakutan mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkan kepada Rasul dan ulil amri diantara mereka tentulah orang2 yg mampu menyimpulkan diantara mereka akan mengetahuinya.
Syaikh Abdurrahman As-Sa’ady menerangkan hukum-hukum yg terkandung di dlm katanya: “Ini adl teguran dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada hamba-hamba-Nya dari perbuatan yg tdk sepantasnya. Seharus jika sampai kepada mereka suatu perkara dari perkara-perkara yg penting dan maslahat yg bersifat menyeluruh yg berkaitan dgn keamanan dan kebahagiaan kaum muslimin atau ketakutan yg mengandung musibah mereka mengecek dan tdk terburu-buru menyebarkan kabar tapi mengembalikan pada Rasul dan kepada Ulil Amri diantara mereka. orang2 yg memiliki pendapat yg baik ilmu keinginan yg baik berakal dan memiliki kebijakan yg memahami perkara-perkara dan mengetahui maslahat serta mafsadah. Jika mereka memandang panyebaran ada maslahat dan memberi semangat kaum mukminin kebahagiaan dan keselamatan dari musuh mereka akan melakukannya. Tapi jika mereka memandang tdk ada maslahat atau ada tapi mudharat lbh besar mereka tdk akan menyiarkannya”.
Lalu beliau menyatakan: “Dalam penjelasan ini terkandung sebuah kaedah beradab yaitu jika terjadi sebuah pembahasan pada sebuah perkara hendak diserahkan kepada ahli dan jangan melancangi mereka. Itu lbh dekat kepada kebenaran dan lbh selamat dari kesalahan. Dan ayat itu mengandung larangan terburu-buru menyebarkan berita saat mendengarnya. Di dlm juga terdapat perintah utk berfikir sebelum berbicara bila ada maslahat mk dia maju bila tdk mk menahan diri.
Firman Allah:
Wahai orang2 yg beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan ulil amri diantara kalian” .
Masalah fitnah biasa mengundang kontroversial mk kita mesti mengembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya yakni Al Kitab dan As Sunnah. Dan yg memahami benar-benar hukum yg terkandung di dlm adl para ulama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
Tidakkah mereka berta ketika mereka tdk tahu sesungguh obat bodoh itu hanya bertanya
Telah dimaklumi bahwa kita diperintah utk berta kepada Ahlu Dzikr yakni ulama sebagaimana ayat yg lalu
Dalam kisah seorang yg membunuh 99 jiwa lalu ingin bertobat disebut di sana: mk ia ditunjukkan kepada seorang ahli ibadah lalu ia mendatangi dan menyatakan bahwa telah membunuh 99 jiwa bisakah bertaubat? Jawabnya: “Tidak”. mk dibunuh sekalian sehingga genap menjadi 100. Kemudian ia mencari orang yg paling alim dimuka bumi ini mk ditunjukkanlah dia kepada seorang ulama lalu ia katakan kepada bahwa telah membunuh 100 jiwa apakah bisa bertaubat? Jawabnya: “Ya apa yg menghalangi antara kamu dgn taubat ?”
Dalam hadits ini nampak jelas perbedaan antara seorang ulama dgn ahli ibadah. Fatwa seorang ulama membawa maslahat sebalik fatwa seorang ahli ibadah tapi tanpa ilmu membawa mafsadah. Oleh karena Asy-Sya’by menyatakan: “Apa yg datang kepadamu dari para shahabat Nabi ambillah. Dan tinggalkan olehmu Sha’afiqah. Yakni yg tdk berilmu”.
Atas dasar itu prinsip ini menjadi pilihan para ulama Ahlu Sunnah sebagaimana dikatakan oleh Abu Hatim Ar-Razi: “Pilihan kami adl apa yg dipilih oleh para imam Ahlus-Sunnah di berbagai negeri.pada masalah-masalah yg tdk terdapat pada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam para shahabat dan tabi’in dan meninggalkan ide serta pendapat orang2 yg mengkaburkan masalah menghiasi yaitu dari para pendusta.”
Hal ini juga ditegaskan oleh Ibnul Qoyyim melalui penjelasannya: “Seorang yg memahami kitab Allah Sunnah Rasulullah dan ucapan shahabat dialah yg berhak berijtihad pada perkara nawazil . Golongan inilah yg boleh berijtihad dan boleh diminta fatwa.”
Uraian di atas baik dari ayat hadits serta penjelasan para ulama merupakan dasar yg sangat kuat yg melandasi tegak prinsip ini. mk hendak kita berusaha keras utk tdk bergeser dari walaupun sejengkal.
Sumber: www.asysyariah.com

No comments:

Post a Comment